Yang saya tahu, sholat Tarawih adalah sholat malam yang berhukum sunnah yang hanya dilakukan di bulan Ramadan. Bisa dilakukan berjama’ah maupun munfarid. Saya sering menghilangkan huruf a paling awal untuk menyebut Tarawih. Dan teman-teman saya selalu mengadakan debat yang tak penting untuk didengar dengan topik ‘The right way to say Tarawih. Traweh or Tarweh?’. Nah, tulisan pertama saya di blog ini bukan mau membahas tentang perdebatan tidak penting itu, saya ingin berbagi pengalaman ngicip sholat tarawih di Masjid Agung Tuban.

Sekilas tentang Masjid Agung Tuban, masjid ini merupakan masjid terbesar se-Kabupaten Tuban. 
Itulah sekilas yang benar-benar sekilas tentang masjid ini. 
Selama 3 tahun plus plus aktif di Tuban, baru kali ini saya merasakan sensasi menunaikan sholat Tarawih di Masjid Agung. Tahun lalu, saya sempat melingkari kalender untuk jadwal Tarawih di Masjid Agung, karena waktu itu saya mendapat cerita menarik dari teman tentang sistem sholat Tarawih di masjid ini. Pada akhirnya sangat disayangkan sekali, karena penyakit kambuh lagi *If you know what I mean*. Tapi untuk kali ini, Alhamdulillah, penyakitnya lagi bobo mungkin dan mbak +DIAN Rustya berikut adiknya +fadli ryuzaki dengan senang hati bersedia menerima ajakan saya.

Masjid Agung Tuban memulai sholat Isya’ pukul 18.53, itu yang muncul di layar handphone saya. Sebelum itu, saya ingatkan buat kamu yang mau ngicip juga, kalau bawa motor jangan lupa bawa uang sedikitnya 1000 perak, buat bayar parkir. Pengalaman ngutang sama si bapak Jukirnya itu memalukan. Masjid ini ‘melayani’ 20 rakaat Tarawih serta 3 untuk Witir. Perlu diketahui, masjid ini memiliki AC yang modelnya berdiri ditambah kipas angin yang disetel didepannya. Jadi jika kamu merasa kuat, hadapilah 20 raakat itu dengan posisi sholat tepat disamping kipas angin seperti saya dan Afad waktu itu. Gara-gara salah ambil posisi, saya selalu berharap ada uap hangat yang menyembur dari balik karpet. Sayangnya itu tak mungkin terjadi. Baru Takbiratul Ihram saja dinginnya sudah kaya masuk freezer.

Berdiri selama 3-4 menit hanya untuk 1 rakaat dengan AC yang setia menemani, rasanya itu MasyaAllah.

Eh, tapi kok lama banget ya? 

Iya, karena yang dibaca bukan surah-surah pendek seperti kebanyakan masjid atau mushola lain, tapi 1 malam shalat Tarawih setidaknya bisa menghabiskan 1 juz. Dan itu berlangsung mulai malam pertama sampai malam terakhir Tarawih. Jadi, kalau kita 1 bulan full sholat Tarawih disana, khatam deh kitanya.

Sebelumnya, saya dan Afad sudah buat kesepakatan, “8 rakaat saja cukup kok, tapi kalau kuat ya boleh saja diterusin”, itu kata saya. Apanya yang diterusin, belum sampe 8 rakaat, kaki sudah keyok duluan. Dirakaat ke-8 bendera putih berkibar, kita mundur dari barisan jamaah dan keluar menuju teras masjid untuk menormakan aliran darah yang mampet di kaki alias selonjoran.
Terus, mbak Dian-nya dimana? Oh, kelihatannya dia belum tampak ingin mengibarkan bendera putih, jadilah kita menunggu.

Sekitar jam 20.10, masjid Agung menyudahi Tarawih untuk hari itu. Untuk selanjutnya, kita kluyuran deh.

Ya, begitulah kira-kira gambaran yang saya dapat dari icip-icip kemarin. 
Ada yang mau ngicip juga?